Pelatihan di Tempat Kerja

Pelatihan terdiri dari program yang direncanakan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja pada tingkat organisasional, individu, maupun kelompok. Pelatihan bisa dibagi setidaknya dalam dua sudut pandang, yaitu level struktural/makro (misalnya berapa anggaran untuk masing-masing penyedia pelatihan, berapa insentifnya, siapa yang dilatih, apa dampak ekonominya, dls) dan level mikro (misalnya jenis pelatihan seperti apa yang 'bekerja', pelatihan seperti apa yang dibutuhkan, pengiriman pelatihan, bagaimana mengevaluasi hasil training, dls). Sayangnya, perusahaan seringkali terlalu menekankan pada teknik dan metode pelatihan tanpa menentukan dulu apa yang seharusnya dipelajari karyawan.


Tren pelatihan

Baik tren ekonomi maupun demografi menyarankan perubahan radikal dalam angkatan kerja diabad 21. Angka tersebut juga dipengaruhi oleh otomasi, pemberhentian kerja yang terus bertambah akibat merger, akuisisi, atau downsizing, dan perubahan perusahaan dari produksi ke jasa. Isu-isu diatas membuat lima alasan mengapa waktu dan uang yang dianggarkan untuk pelatihan akan bertambah, yaitu : tantangan sosial, tantangan sistem kerja yang berkinerja tinggi, tantangan kualitas, tantangan interpersonal, dan tantangan global.




Isu struktural dalam pengiriman pelatihan


Setidaknya ada sembilan isu yang harus diurus jika sistem pelatihan ingin dipotensialkan dalam level makro, yakni :

1. Berkurangnya komitmen dari korporasi : banyak perusahaan yang tidak melakukan pelatihan. Untungnya, seiring dengan cepatnya perkembangan teknologi disertai dengan pendekatan baru terhadap perancangan organisasi dan manajemen produksi, perusahaan harus memberikan pelatihan bagi semua pekerjanya.
2. Anggaran agregat bisnis untuk pelatihan tidak sama : sehingga American Society for Training and Development memaksa perusahaan menambah anggaran pelatihan setidaknya 2% dari anggran pelatihan tahunan mereka. Umumnya, perusahaan-perusahaan terdepan akan menambah lebih banyak.
3. Keluhan bisnis bahwa gelar yang diberikan sekolah tidak menjamin para lulusan memiliki keahlian yang memadai : mengakibatkan perusahaan harus melatih ulang para lulusan untuk keahlian-keahlian dasar.
4. Di US, karyawan yang telah dilatih sering 'dicuri' perusahaan lain.
5. Meskipun pelatihan dipandang sebagai investasi, namun akuntansi tetap saja mencatatnya sebagai biaya : sebagai biaya, pelatihan menjadi sesuatu yang harus dikurangi anggarannya tiap tahun, sebaliknya jika dianggap sebagai investasi aset.
6. Pemerintah tidak menyediakan dana yang cukup untuk melatih ulang karyawan yang diberhentikan akibat downsizing atau lain-lainnya.
7. Bisnis, dengan dibantu pemerintah, perlu fokus pada 70% lulusan setingkat SMU yang memasuki angkatan kerja US.
8. Perusahaan dan sekolah harus mengembangkan ikatan yang lebih dekat agar permintaan dari perusahaan sesuai dengan apa yang ditawarkan para lulusan.
9. Buruh yang terorganisasi bisa membantu : misalnya untuk membuat kontrak dengan perusahaan untuk menyisihkan sejumlah anggaran pelatihan.



Karakteristik dari praktek pelatihan yang efektif

Ada beberapa karakteristik yang membuat pelatihan efektif, yaitu :
1. Komitmen dari para top management terhadap pelatihan dan pengembangan.
2. Pelatihan dikaitkan dengan strategi dan tujuan bisnis, serta dihubungkan dengan hasil ditingkat bawah.
3. Pendekatan pelatihan yang sistematis dan komprehensif, disemua level karyawan.
4. Komitmen untuk menginvestasikan di sumber-sumber daya yang dibutuhkan, agar tersedia waktu dan dana yang cukup untuk pelatihan.


Paradoks pelatihan dari sisi perusahaan dan karyawan sering mempengaruhi satu sama lain. Sementara perusahaan takut karyawan akan berpindah atau 'diambil' oleh pesaingnya, karyawan yang memperhatikan untuk meningkatkan keahliannya agar dapat bekerja dimana saja tentulah ingin menciptakan keamanan untuk pekerjaannya yang sekarang. Selain itu, jika perusahaan menganggarkan cukup pada pelatihan dan kesempatan belajar, maka akan lebih mudah untuk mempertahankan karyawan karena hal tersebut sekaligus menciptakan lingkungan kerja yang menarik dan menantang bagi mereka.


Menelusuri kebutuhan pelatihan dan merancang program pelatihan

Ada tiga fase dari pelatihan, yaitu :
  • Fase penelusuran : menentukan apa yang harus dipelajari karyawan. Input dari fase ini sangat penting, karena merupakan fundamen bagi dua fase selanjutnya.
  • Fase pelatihan dan pengembangan : memilih metode dan teknik yang tepat serta mengirimkannya secara sistematis dalam lingkungan yang mendukung.
  • Fase evaluasi : terdiri dari dua proses, yaitu (1) membuat indikator dari keberhasilan suatu pelatihan, dan (2) menentukan perubahan terkait kerja apa yang telah terjadi sebagai hasil dari pelatihan.

Ada tiga level analisis untuk menentukan kebutuhan yang bisa dipenuhi oleh pelatihan :
  • Analisis organisasi : identifikasi bagian perusahaan yang memerlukan pelatihan.
  • Analisis operasi : identifikasi isi dari pelatihan, yaitu apa yang diperlukan karyawan untuk dapat berkinerja kompeten.
  • Analisis individual : menentukan seberapa baik setiap karyawan dalam mengerjakan tugasnya.

Prinsip-prinsip pembelajaran

Untuk menentukan prinsip mana yang harus digunakan, ini tergantung dari apakah karyawan mempelajari keahlian (cth : memperbaiki mesin) atau materi faktual (cth : prinsip-prinsip asuransi jiwa).

A. Pembelajaran keahlian

Untuk menjadi sangat efektif, pembelajaran keahlian harus memasukkan empat komposisi penting, yaitu :
1. Memotivasi karyawan-membangun tujuan : Motivasi akan membuat seseorang ingin belajar dengan sendirinya, sama dengan kemampuan kognitif, motivasi ikut menentukan hasil dari pelatihan. Karakteristik personal dan lingkungan organisasi yang mendukung karyawan akan sangat berpengaruh. Cara yang dianggap paling efektif sampai saat ini adalah membangun tujuan. Teori tujuan ini mengatakan bahwa tujuan atau keinginan yang disadari individu akan mengatur perilakunya. Membangun tujuan spesifik dari awal akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi. Selain itu, ekspektasi yang tinggi dari pelatih/perusahaan juga berpengaruh penting bagi karyawan yang dilatih.

2. Memodelkan perilaku : orang akan bertindak untuk mencapai apa yang dicapai oleh modelnya, misalnya promosi, kenaikan gaji, dls. Perusahaan harus memaksimalkan identifikasi karyawan terhadap seorang model, untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : model harus sama dengan 'pengagumnya' dalam hal usia, jenis kelamin, dan ras; ungkapkan perilaku dari model secara jelas dan detail; urutkan perilaku model dari yang termudah sampai yang tersulit dan pastikan karyawan mengamatinya berulang-ulang; dan memiliki beberapa model untuk mencerminkan perilaku.

3. Praktek : karyawan harus memiliki kesempatan untuk mempraktekkan apa yang dipelajarinya. Ada tiga aspek praktek, yaitu praktek aktive, pembelajaran lebih, dan panjang dari sesi praktek.

4. Umpan balik : penting bagi pembelajaran dan motivasi karyawan yang dilatih. Umpan balik paling baik diberikan segera setelah karyawan menunjukkan kinerja baiknya.


B. Pembelajaran faktual
Komposisi yang diperlukan hanya berbeda sedikit dari pembelajaran keahlian, yaitu dengan mengganti 'memodelkan perilaku' dengan 'keberartian material'.
Keberartian material : materi yang berkaitan atau disukai oleh karyawan akan memudahkan mereka mengingatnya. Untuk membantu memaksimalkan arti dari materi, beberapa yang dapat dilakukan adalah (1) menyediakan overview material yang akan dipresentasikan selama pelatihan, (2) mempresentasikan material menggunakan contoh dan konsep yang familier bagi karyawan agar mudah ditangkap, dan (3) ajarkan dulu keahlian yang lebih sederhana sebelum memasuki yang lebih rumit untuk memudahkan pemahaman.



Transfer pelatihan

Transfer pelatihan (transfer) adalah sejauh mana kompetensi yang dipelajari dalam pelatihan dapat diaplikasikan kepekerjaan. Perpindahan ini bisa positif, negatif, maupun netral (dalam jangka panjang bisa mengandung ketiganya). Ada yang dikenal dengan pembelajaran tindakan, dimana partisipan belajar melalui pengalaman dan aplikasi, ini akan membawa hasil yang positif sebagai perpindahan dari pembelajaran ke tindakan.


Pelatihan tim

Kinerja tim saat ini semakin ditekankan daripada hanya kinerja individu. Tim multifungsi saat ini telah semakin umum diberbagai organisasi. Karena tim adalah sekelompok orang yang bekerja dalam satu tujuan umum yang sama, jika ada angota tim yang memiliki tujuan yang berbeda akan mengurangi kinerja keseluruhan. Ada beberapa karakteristik tim yang efektif, yaitu adanya kemampuan beradaptasi, berbagi kesadaran mengenai situasi, pemantauan kinerja dan umpan balik, kepemimpinan atau manajemen tim, keahlian interpersonal, koordinasi, komunikasi, dan keahlian mengambil keputusan.

Dalam kenyataannya, tim yang berkinerja tinggi akan memiliki komponen berikut : indera pengarahan yang jelas, anggota-anggota yang berbakat, tanggung jawab yang jelas, prosedur operasi yang masuk akal dan efisien, hubungan interpersonal yang membangun, sistem penekananyang aktif, dan hubungan yang membangun dengan tim dan pemain kunci organisasional yang lainnya.



Memilih metode pelatihan

Metode pelatihan bisa diklasifikasikan dalam tiga cara :
  • Teknik presentasi informasi : pengajaran, konferensi, kursus koresponden, video, pembelajaran jarak jauh, model perilaku, observasi sistematis, instruksi terprogram, pelatihan sensitivitas, dan pengembangan organisasi.
  • Metode simulasi : metode kasus, permainan peran, simulasi interaktif untuk tim virtual, realitas virtual, teknik in-basket, dan permainan-permainan bisnis.
  • Metode pelatihan on-the-job : pelatihan orientasi, perwakilan, pelatihan ditempat kerja, didekat tempat kerja, rotasi pekerjaan, tugas komite, penghargaan kinerja, dls.

Metode apapun yang digunakan dalam pelatihan, harus memenuhi beberapa kondisi minimal pelatihan yang efektif, yaitu :
- Memotivasi karyawan yang dilatih untuk mengembangkan kinerjanya.
- Mengilustrasikan dengan jelas keahlian yang dinginkan.
- Mengizinkan karyawan untuk berpartisipasi aktif.
- Menyediakan peluang untuk praktek.
- Menyediakan beberapa maksud untuk penekanan selagi karyawan belajar.
- Menyediakan umpan balik tepat waktu terhadap kinerja karyawan.
- Tugas distruktur dari yang termudah ke yang tersulit.
- Diadaptasikan ke masalah yang spesifik.
- Mendorong perpindahan yang positif dari pelatihan ke pekerjaan.


Mengevaluasi program pelatihan

Beberapa pertanyaan yang bisa diajukan untuk mempertanyakan utilitas/nilai dari suatu pelatihan adalah seperti :
  • Apakah karyawan yang dilatih telah mencapai tingkat keahlian, pengetahuan, atau kinerja yang spesifik?
  • Apakah perubahan terjadi?
  • Apakah perubahan tersebut terkait dengan pelatihan?
  • Apakah perubahan berhubungan positif terhadap pencapaian tujuan organisasional?
  • Apa perubahan serupa akan terjadi pada partisipan baru dengan program pelatihan yang sama?

Selain itu, ada empat ukuran yang dapat dijadikan tolak ukur evaluasi dari program pelatihan, yakni :
  • Reaksi : bagaimana perasaan partisipan terhadap program pelatihan?
  • Pembelajaran : sejauh mana karyawan mempelajari apa yang telah diajarkan?
  • Perilaku : perilaku yang berkaitan dengan kerja apa yang telah terjadi sebagai akibat dari partisipasi program pelatihan?
  • Hasil : sejauh mana pelatihan menghasilkan perilaku yang berhubungan dengan biaya?


Orientasi karyawan baru : sebuah overview

Program orientasi yang efektif akan membantu mengurangi dampak shock yang dirasakan karyawan baru ketika ia memasuki lingkungan dan budaya yang baru. Disini harus ada yang disebut sosialisasi. Pengalaman karyawan baru dalam masa-masa awalnya akan membawa dampak yang besar bagi karirnya. Bayangkan bila seorang karyawan baru tidak dibantu apapun dalam mengenali budaya perusahaan, ia akan merasa sebagai orang asing dan inferior. Pada akhirnya, ini jelas akan mempengaruhi kinerja dan tingkat turnover.
Masalah-masalah khusus bisa timbul dari karyawan baru, terutama bagi fresh graduate yang kaya informasi tetapi masih miskin pengalaman.
Secara umum, ada tiga masalah yang biasanya menghantui karyawan baru :
  • Masalah dalam memasuki kelompok : karyawan baru akan banyak khawatir mengenai apakah ia akan diterima, disukai, atau selamat sebagai anggota kelompok atu tidak. Isu seperti ini harus dipecahkan agar karyawan baru bisa merasa nyaman dan produktif dalam situasi yang baru.
  • Ekspektasi yang naif : seperti yang telah kita pelajari bahwa RJPs (realistic job previews) akan menurunkan tingkat penerimaan dari karyawan baru, namun tingkat ketahanan mereka akan meningkat. Oleh karena itu, hal-hal tak berwujud seperti norma-norma perilaku yang diterima, sikap perusahaan, atau aturan-aturan tak tertulis lainnya juga harus dijelaskan pada karyawan baru.
  • Lingkungan pekerjaan pertama : apakah lingkungan baru akan membantu karyawan baru untuk naik, apakah karyawan lain dapat diandalkan untuk mensosialisasikan karyawan baru agar mencapai standar kerja yang diinginkan, bagaimana danmengapa penugasan tugas yang pertama diberikan, dls.


Perencanaan, pengemasan, dan evaluasi atas program orientasi

Dalam level yang luas, karyawan baru akan membutuhkan informasi spesifik dalam tiga bidang utama, yaitu :
  • Standar, ekspektasi, norma, tradisi, dan kebijakan perusahaan.
  • Perilaku sosial, misalnya lingkungan kerja, pengenalan pada rekan kerja, dls.
  • Aspek teknis dari pekerjaan.
Dalam kebanyakan kasus, pemecatan karyawan baru serring dikarenakan ketidakhadiran dan kegagalan beradaptasi dengan lingkungan kerja yang baru. Karena itu, sebaiknya ada dua tingkat orientasi, yaitu perusahaan dan departemen. Departemen Sumber Daya Manusia adalah yang bertanggung jawab atas semua program yang berkaitan dengan karyawan.


Selain hal-hal diatas, ada beberapa pendekatan yang harus dihindari dalam orientasi, yaitu :
  • Penekanan pada paperwork : karyawan baru sebaiknya dibiarkan menyesuaikan diri dengan budaya perusahaan dan lingkungan kerja dulu sebelum ia diminta menyelesaikan berbagai formulir yang dibutuhkan Departemen SDM.
  • Overview yang buram mengenai informasi-informasi basis : berbagai informasi penting sebaiknya dijelaskan selengkapnya sebelum karyawan baru mulai bekerja.
  • Penugasan 'Mickey Mouse' : tugas yang pertama harus bukan tugas khusus. Karyawan baru sebaiknya diajarkan mulai dari tugas-tugas dasar dulu.
  • Suffocation : pemberian informasi yang terlalu banyak dan cepat akan membuat karyawan baru pusing.
  • Setelah masa orientasi selesai, masih harus ada follow-up bagi karyawan baru. Follow-up ini sebaiknya formal dan sistematis, bukan hanya sekedar menawarkan karyawan baru untuk datang ke ruangan jika ada pertanyaan. Setelah program orientasi dan follow-up selesai, evaluasi bisa dilakukan dengan meminta umpan balik dari semua yang terlibat dalam program.


Ada beberapa tujuan dari diselenggarakannya program-program seperti diatas, yaitu :
  • Mengurangi tingkat turnover sukarela.
  • Mengurangi waktu yang diperlukan karyawan baru untuk mempelajari pekerjaaannya.
  • Menanamkan pemahaman yang seragam antar karyawan mengenai perusahaan : tujuan, prinsip, strategi, dan apa saja yang diharapkan dari orang-orangnya.
  • Membangun sikap yang positif terhadap perusahaan dan komunitas disekitarnya.


(Mohon maaf sebelumnya, tulisan ini merupakan ringkasan dan terjemahan dari sebuah buku Human Resources Management, tapi saya lupa judul dan pengarangnya.)