Keadilan Prosedur dan Etika dalam Hubungan Karyawan (Procedural Justice and Ethics in Employee Relations)

Ada tiga isu yang terkait dengan hubungan karyawan, yaitu :
1. Procedural justice : fokus pada keadilan prosedur yang digunakan untuk membuat keputusan. Prosedur adil sejauh ia konsisten dari orang ke orang dan waktu ke waktu, bebas dari praduga, berdasarkan informasi akurat, dapat dikoreksi, dan berdasarkan standar moral dan etika.
2. Due Process : memberikan hak-hak kepada individu seperti keterangan perlakuan yang dilarang, keteranagn keputusan, prosedur tepat waktu, dan lain sebagainya, namun yang umumnya tidak diaplikasikan ke situasi kerja. Hak karyawan terhadap due process adalah berdasarkan perjanjian daya transaksi kolektif, perlindungan legislasi, atau prosedur yang disediakan secara unilater oleh perusahaan.
3. keputusan etis tentang perilaku : mengurus tingkat standar moral dari profesi atau sebuah kelompok.

Mengapa procedural justice perlu?


Penilaian atas keadilan atau kesamaan prosedur yang digunakan untuk membuat keputusan, yaitu procedural justice, diperlukan bagi karyawan untuk mendapatkan keadilan. Perlakuan yang adil secara prosedur telah didemostrasikan dapat mengurangi stres dan meningkatkan kinerja, kepuasan kerja, komitmen pada organisasi, kepercayaan, dan organisational citizenship behaviour. Organisational citizenship behaviour adalah perilaku diluar peran normal karyawan untuk membantu karyawan lain melaksanakan tugasnya atau perilaku yang menunjukkan dukungan bagi organisasi. Contohnya adalah :




  • Secara sukarela melakukan aktivitas yang secara formal bukan tugasnya.



  • Mengusahakan entusiasme dan usaha ekstra untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik.



  • Membantu dan bekerjasama dengan orang lain.



  • Mengikuti aturan dan prosedur organisasional, sekalipun yang tidak disukai.



  • Mendorong, mendukung, dan mempertahankan tujuan organisasional.


Ada tiga komponen dari procedural justice, yaitu :




  • Komponen struktural : kebijakan dan peraturan perusahaan bisa memberikan banyak kesempatan bagi input karyawan kepada keputusan.Elemen yang dikenal disini adalah suara karyawan.



  • Keadilan interaksional : yaitu kualitas dari perlakuan interpersonal yang diterima karyawan. Sisi positif dari komponen ini misalkan memperlakukan orang lain dengan respek. Sedangkan yang sebaliknya adalah seperti pelanggaran privasi, pelecehan, kritik publik, dan koersi.



  • Keadilan informasional : yaitu penyediaan penjelasan atas keputusan yang dibuat. Misalnya saja dalam hal pemberhentian, karyawan yang diberi penjelasan lengkap mengenai keputusan tersebut akan lebih mudah menerimanya dan komitmennya pada organisasi akan tetap terjaga.


Prosedural justice dalam tindakan : sistem suara karyawan
Hal terpenting yang bisa dilakukan perusahaan untuk memastikan procedural justice adalah menyediakan sistem suara, untuk memastikan bahwa karyawan mempunyai kapasitas untuk didengar. Ada empat fungsi utama sistem suara :


  • Memastikan perlakuan yang adil bagi karyawan



  • Menyediakan konteks dimana perlakuan tidak adil akan terlihat



  • Membantu mengembangkan keefektifitas dalam organisasi



  • Mempertahankan kesetiaan dan komitmen karyawan.


Ada beberapa karakteristik dari sistem suara yang baik, yaitu :




  • Elegansi : prosedur yang sederhana, aplikasi yang luas, sistem diagnosis yang baik, dan diatur oleh orang yang sanggup merespon isu yang muncul dengan cepat.



  • Dapat diakses : mudah digunakan, diiklankan, komprehensif, dan proses yang terbuka.



  • Correctness : diadministrasikan dengan baik, ada follow-upnya, dapat didesain ulang sendiri, dan hasil yang dapat dikoreksi.Nonpunitiveness : sistem yang terbuka, respon yang cepat, hasil yang dapat dilihat.


Disiplin



Meskipun banyak karyawan ingin memperlihatkan cara yang dapat diterima bagi perusahaan dan rekan kerja mereka, namun masalah-masalah seperti ketidakhadiran, kinerja kerja yang buruk, maupun pelanggaran peraturan tetap muncul. Disiplin formal diperlukan disini jika pembicaraan informal sudah tidak mampu mengatasinya. Perusahaan perlu menentukan disiplin yang formal bagi karyawannya. Sayangnya, banyak manajer menghindari pemberlakuan disiplin formal seperti ini karena beberapa hal seperti :
1. Ketidakpedulian pada peraturan organisasi
2. Takut akan tindakan-tindakan formal
3. Takut akan hilangnya hubungan pertemanan karyawan

Untuk mengatasi hal tersebut, ada alternatif lain yang disebut disiplin positif. Prosesnya adalah sebagai berikut : karyawan yang melakukan kesalahan akan diberi peringatan secara oral dulu. Jika ia mengulanginya lagi, amka ia akan diberi peringatan tertulis dan libur sehari dengan bayaran, dimana ia harus menulis sebuah surat pada pengawasnya yang menjelaskan bagaimana ia akan memperbaiki masalah tersebut. Semua proses ini didokumentasikan, sehingga apabila karyawan tersebut masih mengulanginya maka ia akan diberhentikan.
Beberapa bukti juga menunjukkan bahwa disiplin dengan adanya hukuman dapat memberikan manfaat, diantaranya :


  1. Disiplin dapat mengingatkan karyawan terhadap kinerjanya yang rendah, sehingga akan menghasilkan perubahan dalam perilaku.

  2. Disiplin dapat mengirimkan sinyal pada karyawan lainnya berkaitan dengan tingkat kinerja dan standar perilaku yang diharapkan.

  3. Jika disiplin dipandang sebagai legitimasi oleh karyawan lain, maka hal itu mungkin dapat meningkatkan motivasi, moral, dan kinerja.


Selain disiplin positif, ada yang disebut dengan disiplin progresif, yang juga menjalankan mulai dari peringatan oral, tertulis, sampai ke pemberhentian. Ada empat aturan yang harus diikuti agar disiplin ini dapat efektif, yaitu :
1. Karyawan harus mengetahui apa masalah yang terjadi
2. Karyawan mengetahui bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki masalah tersebut
3. Karyawan memiliki periode waktu yang masuk akal untuk memperbaiki masalah tersebut
4. Karyawan memahami konsekuensinya jika ia tidak bertindak apa-apa

Ada juga aturan mengenai disiplin yang disebut red-hot-stove rule (oleh Douglas McGregor), yaitu :
1. Langsung : seperti menyentuh kompor panas, dimana umpan baliknya langsung dan tidak ada kesalahpahaman mengapa disiplin diberlakukan.
2. Dengan peringatan : Seperti anak kecil yang diperingati bahwa mereka tidak boleh memegang kompor panas, karyawan juga harus tahu jelas apa konsekuensi yang akan mereka terima.
3. Konsisten : Seperti kompor panas yang akan membakar siapapun yang menyentuhnya, perlakuan disiplin harus adil bagi setiap orang dalam organisasi.
4. Impersonal : Kompor panas tidak membedakan siapa yang menyentuhnya, sehingga manajer pun tidak boleh mendapat keuntungan yang berbeda dari karyawannya.

Dalam mendokumentasikan insiden yang berhubungan dengan kinerja, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Ada penjelasan mengenai apa yang menyebabkan insiden-masalah dan penyetingannya. Apakah adalah pelanggaran yang pertama atau bagian dari pola.
2. Menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dan spesifik, termasuk nama, saksi, tanggal, dan waktu.
3. Menjelaskan apa yang harus dilakukan untuk memeprbaiki situasi dan kapan.
4. Menyatakan konsekuensi untuk pelanggaran lebih jauh.

Privasi karyawan dan isu etis



Privasi adalah minat yang dimiliki karyawan untuk mengendalikan penggunaan informasi pribadi mereka dan kemampuan untuk berperilaku bebas dari aturan. Perhatian muncul pada tiga isu utama :
1. Jenis informasi yang dikumpulkan dan disimpan mengenai karyawan
2. Bagaimana informasi tersebut digunakan
3. Sejauh mana informasi tersebut dapat dikaitkan dengan orang lain.
Isu-isu seperti diatas sering menimbulkan dilema etis bagi manajer, yaitu situasi yang berpotensi menghasilkan suatu perilaku yang tidak dapat diterima. Perilaku yang dapat diterima, cukup sulit didefinisikan, bisa dikatakan sebagai keseimbangan antara hal-hal yang umumnya baik dengan kebebasan pribadi, dan antara kebutuhan bisnis legitimasi organisasi dan perasaan karyawan akan derajat dan nilai mereka.

Dalam masa-masa Internet saat ini, karyawan banyak yang memiliki kebebasan dalam menggunakan Internet maupun Intranet yang disediakan perusahaan. Kekhawatiran baru manajer muncul disini, yang berupa kekhawatiran akan penyalahgunaan fasilitas tersebut yang berkaitan dengan hak cipta, informasi internal perusahaan, perilaku-perilaku menyimpang, rasialis, maupun berbagai aktivitas 'gelap' lainnya. Sementara karyawan juga memiliki privasinya sendiri.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut, ada beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan, yaitu :
 Membangun sebuah kebijakan atau tuntunan untuk melindungi informasi perusahaan, yaitu mulai dari jenis data yang bisa dilihat, metode untuk mendapatkan data, pembatasan informasi, dan lain sebagainya.
 Menginformasikan pada karyawan mengenai kebijakan penanganan informasi.
 Menjadi familiar seutuhnya dengan hukum federal mengenai provasi.
 Membangun kebijakan yang menyatakan secara spesifik bahwa karyawan tidak dapat menuntut hak mereka atas privasi.
 Membangun kebijakan bahwa setiap yang melanggar prinsip privasi tersebut akan diberlakukan disiplin atau pemberhentian.

(maaf, tulisan ini merupakan ringkasan dan terjemahan dari sebuah buku  Human Resources Management, tapi saya lupa judul dan pengarangnya.)